6 research outputs found

    ANALISIS POLA ASUH GIZI IBU BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PLAYEN I KABUPATEN GUNUNGKIDUL

    Get PDF
    Data prevalensi jumlah balita mendapat PMT pemulihan di wilayah kerja Puskesmas Playen I, indikator BB/TB kriteria kurus selama tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2014 adalah 1,2%, tahun 2015 adalah 1,42% dan pada tahun 2016 adalah 1,59%. Peningkatan jumlah tersebut tentunya diimbangi dengan peningkatan jumlah pemberian PMT Pemulihan oleh Puskesmas Playen I. PMT pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti makanan utama sehari-hari. PMT Pemulihan dimaksud berbasis bahan makanan lokal dengan menu khas daerah. Pola asuh makan anak akan selalu terkait dengan kegiatan pemberian makan, yang akhirnya akan memberikan sumbangan kepada status gizinya. Desain penelitian ini adalah studi kasus (case Study), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus, yaitu menguraikan terlebih dahulu stastistik deskriptif jawaban responden yang diintreprestasikan dengan melihat hasil wawancara dan atau hasil pengamatan (observasi) untuk memperoleh hasil tentang pola asuh gizi dengan status gizi balita. Hasil penelitian yang diperoleh dari 14 responden diketahui bahwa dengan pola asuh gizi ibu yang baik meliputi pengetahuan, sikap dan praktek didapatkan 9 balita KEP yang mendapat PMT-P mengalami peningkatan status gizi, dan dengan pola asuh gizi ibu yang buruk meliputi pengetahun, sikap dan praktek didapatkan 5 balita KEP yang mendapat PMT-P tidak mengalami peningkatan status gizi bahkan status gizi balita menurun. Kata kunci : Pola Asuh Gizi, PMT pemulihan, Status Gizi, 1. Mahasiswa DIV Alih Jenjang Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 2. Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 3. Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakart

    VARIASI CAMPURAN TEPUNG KULIT PISANG KEPOK SEBAGAI SUMBER KALSIUM PADA BROWNIES KUKUS DITINJAU DARI SIFAT FISIK, ORGANOLEPTIK DAN KADAR KALSIUM

    Get PDF
    Buah pisang merupakan bahan pangan yang bergizi, sumber karbohidrat, vitamin dan mineral. Kulit pisang mengandung kalsium yang cukup tinggi yaitu sebesar 715 mg/100 g. Brownies kukus adalah cake cokelat padat dengan aneka variasi rasa akan tetapi memiliki kandungan kalsium yang rendah. Pencampuran tepung kulit pisang kepok dalam pembuatan brownies kukus diharapkan dapat meningkatkan kadar kalsium brownies kukus. Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya sifat fisik, organoleptik dan kadar kalsium brownies kukus dengan variasi campuran tepung kulit pisang kepok.Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu. Variabel bebas penelitian ini adalah variasi campuran tepung kulit pisang kepok sedangkan variabel terikatnya adalah sifat fisik, organoleptik dan kadar kalsium. Pengolahan data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa semakin banyak campuran tepung kulit pisang kepok maka warna brownies kukus semakin cokelat kehitaman, aroma dan rasa brownies kukus semakin khas kulit pisang, serta tekstur brownies kukus semakin kasar. Warna dan aroma brownies kukus yang paling disukai adalah brownies kukus dengan campuran 25%. Adapun rasa dan tekstur brownies kukus yang paling disukai adalah brownies kukus dengan campuran 0% (kontrol). Kadar kaslium tertinggi terdapat pada brownies kukus dengan campuran tepung kulit pisang kepok 25%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan sifat fisik, organoleptik dan kadar kalsium brownies kukus dengan variasi campuran tepung kulit pisang kepok. Berdasarkan warna dan aroma, brownies kukus dengan campuran tepung kulit pisang 25% dapat diterima oleh panelis. Kata Kunci : kulit pisang kepok, brownies kukus, sifat fisik, sifat organoleptik, kalsiu

    Model Pengelolaan Penanggulangan Masalah Kurang Energi Protein Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Girirejo Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul

    No full text
    Protein energy malnutrition (PEM) is one of the nutritional problems in children in Indonesia. Results of basic medical research in 2013 showed that the prevalence of average malnutrition at national level was 6.65%, stunting was 18.5 %, and under-weight was 13.3 % (Riskesdas, 2010). In Yogyakarta Province the average 0.7 % prevalence of malnutrition, nutritional status is very short at 10.2 %, and the nutritional status of a very thin 2.6 % ( DIY Health Of?ce , 2010). Protein energy malnutrition problems in toddlers impact on the quality of Indonesia's young generation as the future generation, so it needs serious treatment. This study aims to create a long-term management model on nutrition improvement program. In particular, this study aims to analyze the role of local government in managing public nutrition improvement effort, to analyze community participation, and to develop management models of community-based nutrition program. This study was an observational study with qualitative approach. Design approach of this research was a case study. The study population was a group of villagers with activity to overcome protein energy malnutrition problem. The research sample of respondents was taken purposively. Sample size was determined by saturation. The data collected were the role of Girirejo local government, community participation, and the type of activity to overcome protein energy malnutrition problems. Data were analyzed interactively and simultaneously. The success of the program to overcome protein energy malnutrition problem in the Girirejo village was in?uenced by the local government's role in guiding community, and the role of government Sub District Imogiri, especially Imogiri I Health Centre. Internally the role of government in?uenced the increase of community participation and empowerment. The role of Girirejo local government was motivating, disseminating information, providing examples, raising awareness, guiding, mobilizing the community, facilitating and allocating resources. Meeting forum used to motivate Girirejo citizens was done through PKK (Family Wealth Education) meeting, household organisation, integrated service post, farmer groups, and yasinan (religious) meeting. The head of village and the head of public welfare department were the role model in guiding and managing program to overcome protein energy malnutrition problem

    PENGARUH PENCAMPURAN TEPUNG DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA BAKPAO DITINJAU DARI SIFT FISIK, ORGANOLEPTIK DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

    No full text
    Latar Belakang: Pola konsumsi makanan yang buruk dan kurangnya aktivitas fisik dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius seperti penyakit tidak menular. Konsumsi makanan yang tidak sehat dapat memicu proses oksidasi sehingga akan menghasilkan radikal bebas. oleh karena itu, diperlukan aktivitas antioksidan untuk menangkal radikal bebas tersebut. salah satu tumbuhan yang diketahui banyak mengandung aktivitas antioksidan adalah daun pegagan. Pengembangan produk bakpao sebagai bentuk diversifikasi pangan dengan pencampuran tepung daun pegagan diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi. Tujuan Penelitian: Menghasilkan produk bakpao yang dapat diterima konsumen dengan pencampuran daun pegagan yang tinggi aktivitas antioksidan. Metode Penelitian: Menggunakan metode eksperimental yang dilakukan dalam tiga tahap yaitu uji fisik, uji organoleptik pada empat perlakuan bakpao serta uji aktivitas antioksidan. Sampel untuk uji organoleptik yaitu dua puluh lima orang panelis agak terlatih di mana dari enam belas sampel tersebut akan dipilih secara acak untuk dilakukan uji aktivitas antioksidan. Hasil Penelitian: Uji organoleptik menunjukkan bahwa warna yang paling disukai yaitu bakpao D (30%:70%), aroma bakpao C (20%:80%), rasa bakpao A (0%:100%) dan tekstur bakpao B (10%:90%). Sehingga secara keseluruhan, bakpao yang paling disukai adalah bakpao C (20%:80%). Kesimpulan: Terdapat perbedaan warna, aroma, rasa dan tekstur yang bermakna pada bakpao (p<0.05). aktivitas antioksidan paling tinggi pada bakpao C yaitu 9%. Kata Kunci: tepung daun pegagan, bakpao, sifat fisik, sifat organoleptik, aktivitas antioksidan

    Kajian Variasi Pengolahan Teh Daun Sirsak, Sifat Fisik, Organoleptik Dan Kadar Vitamin E

    No full text
    Soursop leaf tea is a beverage product that has a high antioxidant consistency, so that many benefits are obtained whentaking it. It can be a healthy alternative beverage by knowing the best processing method and the content of soursop leaves.Soursop leaf contains vitamin E of 12.05 g / 100gr, it also has other steroid / terpenoids, flavonoids, coumarin, alkaloids andtannins. Flafonoid has functions as antioxidant for cancer, anti-microbial, anti-virus regulator of photosynthesis and plantgrowth regulator. The highest nutrient the soursop leaf is vitamin E so it is beneficial for health. The purpose of this study is todetermine the best processing method and know the content of soursop leaf tea processing and this study aims to determinethe different variation in processing soursop leaf tea reviewed from the physical characteristic, the organoleptic characteristicand vitamin E of the product.This type of research was Random Simple (US) using two treatments, each treatment was done with twice repetition andthree times of the experiment so it had 18x experimental unit. The data of the physical characteristic were analyzeddescriptively and the organoleptic characteristic data were analyzed with the Kruskal-Wallis test while the data of vitamin Elevel were analyzed descriptively. The results of the physical characteristics showed that tea has dark brown color, distinctivearoma of soursop leaves and a very bitter taste. The organoleptic characteristic resulted the most preferred color was frombrewed soursop leaf tea, the best taste was from boiled soursop leaf tea and the most preferred aroma was from boilingprocess. The highest level of vitamin E was tea powder that had not been processed into drinks. The conclusion from thisstudy is the best variation of soursop leaf tea processing on the physical properties (color, aroma, flavor) organolepticproperties (color, aroma, flavor) and vitamin E is the boiling process

    Asuhan Gizi Pada Pasien Congestive Hearth Failure, Edema Paru, Bronkopneumonia, Diabetes Melitus di Bangsal Mawar RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

    No full text
    Penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi di seluruh dunia sejak 20 tahun terakhir(1). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 menunjukkan prevalensi penyakit jantung sebesar 1,5%. Gagal jantung yang berlangsung lama menyebabkan terjadinya edema paru dan edema pada organ lain. Adanya bronkopneumoni menambah parah terjadinya edema pada paru. Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti. Prevalensi DM di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas 2018 yaitu sebesar 8,5%. Tujuan pene;eitian ingin mendeskripsikan proses asuhan gizi terstandar pada pasien CHF, Edema Paru, Bronkopneumoni, DM di Bangsal Mawar RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Jenis penelitian deskriptif dengan desain studi kasus. Pengumpulan data dengan metode wawancara dan observasi (data primer) dan dokumentasi (data sekunder). Dilakukan dengan pendekatan Nutrition Care Process meliputi asessmen, diagnosis, monitoring dan evaluasi secara berkala. Setelah dilakukan proses asuhan gizi terstandar selama 3 hari berturut-turut, kondisi klinis/fisik pasien membaik ditandai dengan edema dan keluhan berkurang, asupan makan pasien meningkat bertahap (mencapai 50%). Namun data biokimia masih menunjukkan hiperglikemia dan status gizi tetap kurang. Kesimpulan akhir, asupan makan pasien meningkat bertahap, klinik/fisik membaik, biokimia masih belum normal dan status gizi yaitu gizi kurang
    corecore